Rabu, 28 Mei 2008

PERBANDINGAN DAN HIERARKI QANUN, PERDASI, PERDASUS DAN PERDA DALAM SISTEM HUKUM NASIONAL

PERBANDINGAN DAN HIERARKI QANUN, PERDASI, PERDASUS DAN PERDA DALAM SISTEM HUKUM NASIONAL

PAANK.SWBY.


Pendahuluan
Gelombang reformasi terutama pasca amandemen Undang-undang Dasar 1945 membawa perubahan pada sistem politik dan sistem ketatanegaraan. Paradigma politik ketatanegaraan yang semula bersistem otoritarian berubah kepada sistem demokrasi, sistem yang sentralistik, berubah menjadi sistem otonomi. Perubahan tersebut berdampak juga pada sistem hukum yang selama ini lebih berpihak kepada penguasa berubah dengan lebih mengedepankan kepentingan daerah-daerah.
Praktek penyelenggara negara yang dahulu dilaksanakan diubah yaitu kekuasaan eksekutif yang tidak terpusat dan mekanisme hubungan pusat dan daerah pun menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan kekuasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Keinginan untuk memperbaiki penyelenggaraan negara tersebut oleh Pemerintah memang dilaksanakan yaitu diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah. Hal yang mendasar dari Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah tersebut adalah memberikan kesempatan dan kekuasaan daerah untuk membangun daerahnya dan lebih memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas serta meningkatkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1999 antara lain dinyatakan bahwa perlu memberdayakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka melaksanakan fungsi dan perannya guna memantapkan penyelenggaraan otonomi daerah. Hal ini sangat tepat karena Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mempunyai peran sentral dalam pembentukan peraturan daerah dalam rangka pernyelenggaraan otonomi daerah dan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Perkembangan penting lainnya sehubungan dengan sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menurut Undang-Undang Dasar 1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa yang diatur dalam Undang-Undang, adalah lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua.
Terkait dengan peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah baik Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 maupun Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 memberikan peran yang penting bagi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam pembentukan Peraturan Daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi khusus. Sebagai badan legislatif daerah, DPRD Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam berperan dalam pembentukan peraturan daerah yang disebut Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam. Sebagai badan legislatif Daerah Provinsi Papua, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Papua berperan dalam pembentukan Peraturan Daerah Provinsi yang disebut Perdasi dan Peraturan Daerah Khusus yang disebut Perdasus.
Peran penting Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam pembentukan peraturan daerah (PERDA/QANUN/PERDASI/PERDASUS) tidaklah terpisah dari pembentukan peraturan perundang-undangan yang menjadi bagian penting dari sistem hukum nasional.
Penataan sistem hukum nasional sebagaimana ditetapkan dalam GBHN 1999 diarahkan antara lain menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan mengakui dan menghormati hukum agama dan hukum adat serta memperbaharui perundang-undangan warisan kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif, termasuk ketidakadilan gender dan ketidakserasiannya dengan tuntutan reformasi melaui program legislasi. Sebagai bagian dari pembinaan sistem hukum nasional, pembinaan sektor peraturan perundang-undangan baik peraturan pusat maupun peraturan daerah merupakan kegiatan yang prioritas.
Telah sahnya undang-undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tanggal 24 Juni 2004 berarti telah ada metode yang pasti, baku dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang baik di pusat maupun di daerah dalam pembentukan peraturan perundang-undagan. Hal ini akan mendukung pembentukan peraturan perundang-undangan yang ideal.
Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata perundang-undangan dirartikan sebagai " yang bertalian dengan undang-undang atau seluk beluk undang-undang. Adapun kata, " undang-undang diartikan " ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan negara yang dibuat oleh pemerintah (menteri, badan eksekutif dsb) disahkan oleh parlemen (dewan perwakilan rakyat, badan legislatif, dsb) ditandatangani oleh kepala negara (Presiden, Kepala Pemerintahan, Raja) dan mempunyai kekuatan yang mengikat"
Sebagai istilah hukum, peraturan perundang-undangan sering disebutkan sebagai terjemahan " wettelijke regelingen ". Adapula yang menyebutkan bahwa istilah ini merupakan terjemahan dari "algemene verorderingen". Menurut A. Hamid SA, apabila peraturan perundang-undangan diambil dari terjemahan "wettelijke regelingen" maka peraturan perundang-undangan mempunyai cakupan yang sempit karena didalamnya tidak termasuk " wetten " ( undang-undang ) dan AmVB diterjemahkan dengan "peraturan pemerintah" yang dibuat di Belanda dan Ordonansi yang dibuat d Hindia Belanda. Apabila "peraturan perundang-undangan" merupakan terjemahan "dari algemene verorderingen, ia mempunyai cakupan lebih luas karena termasuk didalamnya undang-undang (wet) , peraturan pemerintah (AmVB) , dan Ordonansi-ordonansi.
Dalam Undang-Undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan disebut dengan Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.

Yang dimaksud dengan jenis adalah macam ( peraturan perundang-undangan).
Hierarki adalah penjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
c. Peraturan Pemerintah.
d. Peraturan Presiden
e. Peraturan Daerah.

Ketentuan Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi :
a. Peraturan Daerah provinsi disebut oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur.
b. Peraturan Daerah Kabupaten / kota disebut oleh dewan perwakilan rakyat daerah Kabupaten/kota bersama bupati/walikota.
c. Peraturan Desa / peraturan yang setingkat dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.

Peraturan Daerah dalam Peraturan Perundang-undangan
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 8 Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UUP3), Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah. Jenis dan hierarki Peraturan Daerah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e, meliputi :
a. Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah propinsi bersama dengan gubernur.
b. Peraturan Daerah kabupaten / kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/ kota bersama bupati / walikota.
c. Peraturan Desa / peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.

Pengertian di ketentuan umum menyangkut pengertian secara generik dari peraturan daerah. Sedangkan pada Pasal 7 dimana tersusun jenis dan hierarki peraturan daerah meliputi juga peraturan desa / peraturan yang setingkat, adalah peraturan daerah dalam konteks jenis dan hierarki.
Dari segi fungsinya, Peraturan Daerah Provinsi adalah untuk menyelenggarakan otonomi daerah di tingkat provinsi dan tugas pembantuan (medebewind) dalam rangka mengurus kepentingan rakyat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7, Pasal 9, dan Pasal 13 ( tugas pembantuan ) dari Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam PP. No. 25/2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonomi (Vide Pasal 3 PP No. 25/2000). Disamping itu fungsi Peraturan Daerah Provinsi juga untuk menyelenggarakan ketentuan tentang fungsi anggaran dari DPRD Provinsi dalam rangka menetapkan APBD, Perubahan dan perhitungan APBD dan pengolahan keuangan daerah Provinsi sesuai dengan Pasal 19 ayat (3) dan Pasal 23 ayat (1) UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antar Pemerintah Pusat dan Daerah.
Fungsi Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah untuk menyelenggarakan otonomi daerah sepenuhnya di tingkat Kabupaten/Kota dan tugas pembantuan (medebewind) dalam rangka mengurus kepentingan rakyat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 11 dan Pasal 13 UU No. 22 tahun 1999 yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam PP No. 25 Tahun 2000 (Vide Pasal 3 ayat (1), ayat (2) dan ayat (5) melalui teori residu. Fungsi Peraturan Daerah Kabupaten/Kota juga untuk menyelenggarakan ketentuan tentang fungsi anggaran dari DPRD Kabupaten/Kota dalam rangka menetapkan APBD, Perubahan dan Perhitungan APBD, dan pengelolaan keuangan daerah. Kabupaten/kota sesuai dengan Pasal 19 ayat (3) dan Pasal 23 ayat (1) UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat Dan Daerah.
Berdasarkan fungsi tersebut, maka materi muatan Peraturan Daerah Povinsi adalah hal-hal lebih lanjut yang perlu diatur dengan Perda sesuai perintah UU No. 22/1999 dan UU No. 25 tahun 1999, jo PP No. 25 tahun 2000 dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah di tingkat provinsi dan tugas pembantuan ( medebewind ) serta mengurus kepentingan rakyat setempat menurut prakarsa sendiri. Materi muatan Perda Provinsi adalah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7, Pasal 9, dan Pasal 13 (tugas pembantuan) dari UU No. 22 tahun 1999 yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam PP No. 15 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai Daerah Otonomi (Vide Pasal 3 PP. No. 25 tahun 2000).
Di samping itu materi muatan Peraturan Daerah Provinsi adalah mengenai APBD dan hal-hal kewenangan lainnya pada tingkat Provinsi sesuai dengan Pasal 19 ayat (3) dan pasal 23 ayat (1) UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pasal 12 Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, secara umum menyebutkan bahwa materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Materi muatan Perda Kabupaten/Kota adalah materi muatan hal-hal yang merupakan kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi sebagaimana diatur dalam PP No. 25/2000. Khusus untuk kewenangan wajib berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah merupakan materi muatan Perda Kabupaten/Kota yang berkaitan dengan :
1) pekerjaan umum;
2) kesehatan;
3) pendidikan kebudayaan;
4) pertanian;
5) perhubungan;
6) industri dan perdagangan;
7) penanaman modal;
8) lingkungan hidup;
9) pertanahan;
10) koperasi dan;
11) tenaga kerja.

Disamping itu bagi Perda Kabupaten/Kota dapat dimuat pula materi muatan yang berkaitan dengan tugas pembantuan (medebewind) yang diserahkan kepada Kabupaten/Kota baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah Provinsi. Materi muatan Perda Kabupaten/Kota tersebut diatas sebagaimana diuraikan di muka masih dibatasi lagi dengan materi muatan Perda Provinsi sebagai pelaksanaan kewenangan daerah Provinsi sebagaimana diatur dalam PP No. 25/2000 Dasar Hukumnya adalah Pasal 11 dan pasal 13 UU No. 22/1999 yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam PP No. 25/2000 (Vide Pasal 3 ayat (1), ayat (2), dan ayat (5) melalui teori residu.
Disamping itu materi muatan Perda Kabupaten/Kota adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah Kabupaten/ Kota dan Penetapan, Perubahan dan Perhitungan APBD, Kabupaten/Kota sesuai dengan pasal 19 ayat (3) dan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Mengenai materi muatan peraturan desa / yang setingkat disebutkan adalah seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan urusan desa atau setingkat serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi. Pengaturan yang setingkat atau sejenis adalah seperti nagari. Hal-hal yang berkaitan dengan sifat khas desa/nagari misalnya adat istiadat setempat atau aspirasi masyarakat desa.

Hierarki Perdasus, Perdasi Dan Qanun.
Ketentuan mengenai Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) dan Peraturan Daerah Propinsi (Perdasi) diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Perdasus adalah Peraturan Daerah Provinsi Papua dalam rangka pelaksanaan pasal-pasal tertentu dalam Undang-Undang tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Materi muatan yang diatur dengan Perdasus ini adalah hal-hal tertentu yang telah di delegasikan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 untuk diatur dalam Perdasus. Hal tertentu tersebut antara lain ketentuan mengenai lambang ((Pasal 2 ayat (3), keanggotaan dari jumlah anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) (Pasal 19 ayat (3)), pelaksanaan tugas dabn wewenang MRP, pelaksanaan hak MRP dan tata cara pelaksanaan kewajiban MRP (Pasal 21 ayat (2) dan Pasal 23 ayat (2).
Hal lain yang diperintahkan oleh Undang-Undang untuk diatur dengan Perdasus adalah mengenai usaha-usaha perekonomian di Provinsi Papua yang memanfaatkan sumber daya alam dan penanganan khusus bagi pengembangan suku-suku yang terisolasi terpencil dan terabaikan.
Perdasus dibuat dan ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Papua bersama-sama Gubernur dengan pertimbangan dan persetujuan MRP. Dan untuk membantu Gubernur, DPRP dan MRP dalam menjalankan rancangan Perdasus sebagai tindak lanjut pelaksanaan Undang-Undang dapat di bentuk Komisi Hukum Ad Hoc.
Perdasi adalah Peraturan Daerah Provinsi Papua dalam rangka pelaksanaan kewenangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Proses pembentukan Perdasi tidak berbeda dengan proses pembuatan Perda pada umumnya yakni dibuat dan ditetapkan DPRP bersama dengan Gubernur. Demikian juga mengenai hierarkinya, Perdasus dan Perdasi adalah Peraturan Daerah. Dalam penjelasan umum ditegaskan bahwa Perdasus dan Perdasi adalah Peraturan Daerah Provinsi Papua yang tidak mengenyampingkan peraturan perundang-undangan lainnya termasuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 ini.
Penegasan bahwa Perdasus dan Perdasi adalah termasuk hierarki Peraturan Daerah dapat dilihat dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (2) huruf a Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, "termasuk dalam jenis Peraturan Daerah Provinsi adalah Qanun yang berlaku di Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darrussalam dan Perdasus serta Perdasi yang berlaku di Provinsi Papua."
Kewenangan pemerintah untuk melakukan pengawasan represif terhadap Perda sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 secara tegas diatur dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001. Dalam Pasal 62 ayat (2) dinyatakan "pemerintah berwenang melakukan pengawasan represif terhadap Perdasus dan Perdasi dan Keputusan Gubernur". Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 68 (2) ditegaskan :
"Pemerintah Provinsi Papua menyampaikan Perdasus, Perdasi dan Keputusan Gubernur selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah ditetapkan".
Dalam rangka melakukan pengawasan represif, Pemerintah dapat membatalkan Perdasus, Perdasi dan Keputusan Gubernur apabila bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau kepentingan umum masyarakat Papua. Keputusan Pembatalan tersebut diberitahukan kepada Pemerintah Provinsi disertai dengan alasan-alasannya. Dalam hal Pemerintah Provinsi tidak dapat menerima pembatalan tersebut, Pemerintah Provinsi dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung. Apabila Mahkamah Agung membenarkan gugatan tersebut, maka Perdasus, Perdasi, dan Keputusan Gubernur tetap berlaku, selama belum ada Keputusan Mahkamah Agung terhadap gugatan tersebut, Perdasus, Perdasi dan Keputusan Gubernur ditangguhkan. Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak diterimanya gugatan tersebut oleh Mahkamah Agung tidak diperoleh keputusan maka Perdasus, Perdasi tersebut diberlakukan kembali.
Ketentuan mengenai Qanun diatur dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah Peraturan Daerah sebagai pelaksanaan undang-undang di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam rangka penyelenggaraan otonomi khusus.
Meskipun dalam penjelasaan disebut bahwa Qanun adalah sebutan lain dari Peraturan Daerah, namun berbeda dengan Perda, Perdasi yang secara tegas tidak dapat mengenyampingkan peraturan perundang-undangan, dalam Penjelasan Umum disebutkan bahwa Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah Peraturan Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dapat mengenyampingkan peraturan perundang-undangan yang lain dengan mengikuti asas lex specialis derogaat lex generalis.
Mengenai bagaimana pembentukan Qanun; Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tidak memberikan pengaturan. Dengan demikian pembentukan Qanun tetap menggunakan ketentuan sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Perda dibentuk oleh DPRD bersama Gubernur.
Dalam persiapan pembentukan peraturan daerah Provinsi, rancangannya dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau Gubernur. Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang berasal dari DPRD disampaikan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan khusus yang menangani bidang legislasi DPRD Provinsi.
Khusus dalam pembentukan Qanun yang berkaitan dengan syariat Islam, dalam persiapannya menurut Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 9 Tahun 2003 tentang Hubungan Tata Kerja Majelis Permusyawarataan Ulama dengan Eksekutiff, Legislatif, dan Instansi lainnya, badan perangkat daerah Provinsi wajib memintakan masukan, pertimbangan dan saran-saran dari Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU). Demikian pula penyiapan Qanun yang disiapkan oleh badan legislative daeraah Provinsi wajib memintakan masukan, pertimbangan dan saran-saran dari Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU).
Dasar legalitas Majelis ini adalah Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Dalam Bagian Kelima Peran Ulama dalam Penetapan kebijakan Daerah Pasal 9 Undang-Undang ini disebutkan.
(1) Daerah membentuk sebuah badan yang anggotanya terdiri atas para ulama;
(2) Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat independen yang berfungsi memberikan pertimbangan terhadap kebijakan daerah, termasuk bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta tatanan ekonomi yang islami.
Dalam Penjelasan Pasal disebutkan :
(1) Peran Ulama dalam penentuan kebijakan daerah bersifat terus menerus sehingga dipandang dilembagakan dalam suatu badan. Badan tersebut dibentuk di Provinsi dan dapat juga dibentuk di Kabupaten/Kota yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah;
(2) Yang dimaksud independen adalah kedudukan badan yang tidak berada dibawah Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tetapi sejajar.
Pertimbangan badan tersebut dapat berbentuk fatwa atau nasehat, baik secara tertulis maupun secara lisan, yang dapat digunakan dalam pembahasan kebijakan daerah.

Dasar hukum pembentukan Qanun (Perda) tentang Hubungan Tata Kerja MPU dengan Eksekutif, Legislatif dan Instruksi langsung adalah ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 44 1999. Dalam penjelasan Pasal 6 Qanun ini ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan wajib meminta masukan, pertimbangan dan saran-saran dari MPU adalah dalam hak DPRD menerima rancangan Qanun bidang syari’at Islam dari eksekutif sebelum melakukan pembahasan atau membahas bersama-sama MPU.
Karena salah satu hal mendasar dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 adalah pemberian kesempatan yang luas mengenai pengaplikasian syari’at Islam dalam masyarakat, dapatlah dipahami dengan jelas perlunya qanun-qanun yang terkait dengan pengaplikasian syari’at Islam mendapat masukan pemikiran dari para pakar perorangan atau kelembagaan yang mampu menggali substansi syari’at Islam dan merumuskannya dalam bahasa, format peraturan perundang-undangan.
Peran Majelis Pertimbangan Ulama dalam memberikan masukan dalam penyempurnaan peraturan daerah (qanun) telah dilaksanakan sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001.
Dewasa ini telah ada 5 (lima) Qanun yang secara langsung mengatur kehidupan masyarakat dewasa ini, berdasarkan syari’at Islam.
1. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syari’at Islam;
2. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syari’at Islam Bidang Aqidah, Ibadah dan Syi’ar Islam;
3. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 12 Tahun 2003 tentang Minuman Khamer dan sejenisnya;
4. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir (Perjudian);
5. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat (mesum).
Menurut Penjelasan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Qanun yang berlaku di Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam termasuk jenis Peraturan Daerah. Mengenai hierarkinya, Pasal 7 ayat (2) mengatakan bahwa Peraturan Daerah sebagaimana dimuat huruf e meliputi : a. Peraturan Daerah Provinsi yang dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur, sedangkan didalam penjelasan disebutkan bahwa termasuk jenis Peraturan daerah adalah Qanun yang berlaku di Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, maka hierarki Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah sebagaimana hierarki yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yaitu dalam hierarki Peraturan Daerah.
Sebagai undang-undang yang berlaku dibidang peraturan perundang-undangan, UUP3 ini yang memberikan penegasan mengenai hierarki peraturan perundang-undangan. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai bagian dari peraturan perundang-undangan, tunduk pada ketentuan yang mengatur mengenai hierarki peraturan perundang-undangan yang diatur dalam UUP3. Selanjutnya disini perlu disinggung satu adagia terkenal : Titulus est lex ("judul perundang-undangan yang menentukan") dan Rubrica est lex (rubrik atau bagian perundang-undanganlah yang menentukan) ketika kita berhadapan dengan pertanyaan apakah judul atau topik yang diberikan berpengaruh atau tidak terhadap bagaimana satu ketentuan perundang-undangan diinterpretasikan. Karena mengenai Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam diatur dalam ketentuan Pasal 7 dalam rubrik jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan dan judul Undang-Undang adalah Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan maka mengenai jenis hierarki Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam harus tunduk pada ketentuan yang diatur dalam UUP3 ini.
Mengenai uji materiil terhadap Qanun, dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 ditegaskan Mahkamah Agung berwenang melakukan uji materiil terhadap Qanun.

Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapatlah disimpulkan sebagai berikut :
1. Ketentuan mengenai Peraturan Daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, dan ketentuan mengenai Perdasus dan Perdasi dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua serta ketentuan mengenai Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tetap dalam semangat memberikan kesempatan dan kekuasaan daerah untuk membangun daerahnya dan lebih memberdayakan masyarakat, memberikan kreatifitas serta meningkatkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam wadah negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Dalam rangka melaksanakan kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua; Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) sebagai Peraturan Daerah Provinsi Papua mengatur pelaksanaan pasal-pasal tertentu dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 yang dalam pembentukannya memperhatikan pertimbangan Majelis Rakyat Papua. Selain persetujuan DPRD Perdasus atau Peraturan Daerah Provinsi Papua yang dalam pembentukannya tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
3. Dalam rangka memfungsikan secara optimal Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam memajukan penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Naggroe Aceh Darussalam dan mengaplikasikan syari’at Islam dalam kehidupan masyarakat, dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Khusus, Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah Peraturan Daerah sebagai pelaksanaan Undang-Undang di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pembentukan Qanun yang berkaitan dengan pengaplikasian syari’at Islam, dalam kehidupan masyarakat diperlukan masukan dan pertimbangan Majelis Pertimbangan Ulama. Pembentukan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dilakukan oleh lembaga legislatif di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dilaksanakan oleh DPRD Provinsi sebagai lembaga legislatif daerah bersama-sama lembaga eksekutif daerah yang terdiri dari Kepala Daerah beserta perangkat Daerah otonomi lainnya.
4. Undang-undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah landasan yuridis dalam membentuk peraturan perundang-undangan baik di tingkat pusat maupun di daerah, sekaligus mengatur secara lengkap dan terpadu mengenai system, asas, jenis, hierarki dan materi muatan peraturan perundang-undangan.
Dalam ketentuan Pasal 7 dan penjelasannya ditegaskan bawha hierarki Peraturan Daerah adalah berada di hierarki :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia;
b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang:
c. Peraturan Pemerintah;
d. Peraturan Presiden;
e. Peraturan Daeraah.
Termasuk dalam jenis Peraturan Daerah Provinsi adalah Qanun yang berlaku di Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dan Perdasus serta Perdasi yang berlaku di Provinsi Papua.


DAFTAR BACAAN
1. Undang-Undang Dasar 1945.
2. Ketetapan dan Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2003, Harvarindo, 2003.
3. Bustanul Arifin, Perkembangan Hukum Islam di Indonesia, Hambatan dan Prospeknya, Gema Insani Press Jakarta, 1995.
4. Muladi, Prof., DR., SH, Filsafat dan Sumber dalam Penyusunan RUU, Makalah disampaikan pada seminar sehari "Pada Transformasi Hukum Pidana Islam ke Dalam RUU KUHP, diselenggarakan oleh Departemen Kehakiman dan HAM RI, Jakarta, 22 Oktober 2002.
5. L.J.Van Apeldoom, Inleiding Tot De Studie Van het Nederlandese Recht, Tjeenk Wellink, Zwolle, 1951.
6. Jan Remmelink, Hukum Pidana, Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Pedomannya dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003.
7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
8. Undang-undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
9. Kumpulan Perda/Qanun tentang Pelaksanaan Syari’at Islam di Nanggroe Aceh Darussalam, Subdinas Pembinaan SDM Dinas Syari’at Islam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2003.
10. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
11. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
12. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
13. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
14. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
15. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh.

Tidak ada komentar: