Rabu, 28 Mei 2008

PERAN KEJAKSAAN DALAM MELAWAN

PERAN KEJAKSAAN DALAM MELAWAN
PRAKTEK PENCUCIAN UANG Catatan 1

OLEH : PAANK.SWBY. Catatan 2

BAB I
PENDAHULUAN


Masalah Pencucian Uang (Money Laundering) baru dinyatakansebagai tindak pidana oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentangTindak Pidana Pencucian Uang yang disahkan dan diundangkan padatanggal 17 April 2002. Sebagai undang-undang yang baru sudah barangtentu memuat permasalahan yang baru pula bagi negara kita Indonesia.Diterbitkannya undang-undang ini untuk mengatasi akibat Indonesiadimasukkan kedalam daftar hitam yaitu dikategorikan sebagai negara yangtidak kooperatif; menurut istilah mereka ialah Non Cooperative Countries andTerritories (NCCT) sejak Juni 2001 oleh kelompok negara maju yangtergabung dalam Financial Action Task Force (FATF) on Money Laundrey.FATF mempunyai fungsi mengembangkan dan menyebarluaskan kebijakanpemberantasan pencucian uang, pemrosesan harta/aset dari tindak pidanadalam menyembunyikan asal usulnya yang ilegal.
Mengapa pencucian uang harus dilawan ? Karena pencucian uangmerupakan suatu kejahatan yang menghasilkan harta kekayaan dalamjumlah yang sangat besar atau asal usul harta kekayaan itu merupakan hasilkejahatan, kemudian lalu disembunyikan atau disamarkan dengan berbagaicara yang dikenal dengan pencucian uang. Kejahatan ini semakin lamasemakin meningkat oleh karenanya harus dicegah bahkan harus diberantasagar intensitas kejahatan yang menghasilkan atau melibatkan harta kekayaanyang jumlahnya besar dapat diminimalisasi sehingga stabilitas perekonomiannegara dan keamanan negara terjaga. Pencucian ini merupakan kejahatantransnasional karena melintasi batas wilayah negara-negara.Pemberantasannya tidak dapat dilakukan sendiri, tetapi agar efektif harusdilakukan kerjasama internasional melalui forum bilateral atau multilateral danharus memenuhi standar internasional.
Indonesia dalam keikutsertaannya pada kegiatan internasional inidianggap tidak serius makanya masuk daftar hitam tersebut. Undang-UndangNomor 15 Tahun 2002 yang diterbitkan dimaksudkan untuk mengikutikeinginan negara internasional dianggap banyak kelemahannya. Sedangsetiap tahun FATF mengevaluasinya tidak saja kepada anggotanyaberdasarkan kepatuhannya (complience) terhadap kebijakan yang digariskanuntuk memerangi kegiatan pencucian uang, tetapi juga kepada negaraberkembang (termasuk Indonesia) yang bukan negara anggota yang telahmemperoleh label NCCT dari TATF. Label ini membawa konsekwensi besarterutama apabila terkena sanksi, maka seluruh transaksi keuangan dari dankeseluruh negara tersebut akan dikategorikan sebagai transaksi yang patutdicurigai (suspicious transaction) dan juga pembekuan rekening. BagiIndonesia dampaknya apabila dikenai sanksi antara lain :
1. kegiatan ekspor impor terancam terganggu apabila L/C (Letter of Credit)perbankan nasional ditolak keluar negeri;
2. naiknya biaya pendanaan yang berasal dari luar negeri karena dianggapmemiliki resiko tinggi;
3. hubungan korespondensi perbankan nasional dengan perbankaninternasional akan terputus;
4. pemerintah akan dipersulit untuk mendapatkan bantuan internasional, baikhubungan bilateral maupun multilateral;
5. keengganan investor untuk menanamkan modalnya.
Pada bulan Juni 2003 Indonesia dikategorikan sebagai negara yangtidak ada kemajuan berarti sejak Juni 2002 dalam melawan pencucian uangkarena memang belum ada Amandemen Undang-Undang No 15 Tahun 2002dan belum ada perkara pencucian uang yang ditangani.
Pada waktu itu Indonesia oleh FATF diusulkan akan berikan tekananyang keras dan tegas dan direncanakan akan disampaikan pada pertemuantahunan FATF bulan Oktober 2003. Keputusan yang akan dijatuhkan kepadaIndonesia ada 3 kemungkinan yaitu tetap dalam daftar hitam (NCCT) tanpasanksi, diberikan tanggal sanksi atau langsung dikenai sanksi. Tetapikemudian tepat pada waktunya yaitu pada tanggal 13 Oktober 2003Pemerintah Indonesia telah mengesahkan dan mengundangkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 sehingga Indonesia dikategorikan sebagainegara yang tetap masuk dalam daftar hitam.
Sebenarnya yang diminta oleh mereka (FATF) ini adalah perkaramoney laundering yang benar-benar ada. Hal ini sesungguhnya tinggalmenunggu kesepakatan aparat penegak hukum saja.
Pada suatu lokakarya mengenai TPPU yang diselenggarakan olehPusat Pengkajian Hukum Jakarta dengan Mahkamah Agung RI dalam hal iniPusdiklat MARI pada tanggal 5 _ 6 Mei 2004 yang diikuti oleh 15 orangHakim seluruh Indonesia. Telah ada tekad dari para Hakim untukmenyelesaikan perkara pencucian uang, meraka tinggal menunggu sajaperkara tersebut dari Kepolisian dan Kejaksaan. Setelah itu Kejaksaan jugamenyelenggarakan semiloka TPPU pada tanggal 18 Mei 2004 yang diikutioleh lebih kurang 75 orang Jaksa se-DKI Jakarta dan disepakati sepertihalnya para Hakim.
Tindak lanjut dari semiloka ini Kejaksaan Tinggi DKI Jakartamelimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri terkenal dengan kasus BRIdengan dakwaan berbentuk kumulatif yaitu kesatu melanggar Tindak PidanaKorupsi dan kedua melanggar Tindak Pidana Pencucian Uang. Karenaberbentuk kumulatif maka keduanya dibuktikan. Oleh Penuntut Umum dalamTuntutan Pidananya terbukti keduanya yaitu Tindak Pidana Korupsi danTindak Pidana Pencucian Uangnya terbukti dan dimintakan hukumanmaksimum ancaman pidananya, denda, serta hukuman tambahan berupapembayaran uang pengganti. Putusan Pengadilan menjatuhkan pidanahanya pada Tindak Pidana Korupsinya saja sedang Tindak Pidana PencucianUangnya tidak dipertimbangkan dalam putusannya. Penuntut Umum dalamhal ini mengajukan banding. Informasi ini saya peroleh dari Jaksa AgungMuda Tindak Pidana Khusus, selanjutnya dengan kasus BNI denganterdakwa berinisial K dan E.S. oleh Penuntut Umum juga didakwakan dandituntut sebagaimana kasus BRI. Putusan Pengadilan juga sama sepertikasus BRI, oleh Penuntut Umum juga dimintakan banding. Kasus BRI disidikoleh Kejaksaan sedang kasus BNI disidik oleh Kepolisian. Sebenarnyadengan contoh dua kasus ini kita sudah cukup proaktif melawan TindakPidana Pencucian Uang, hanya ketika sampai pada putusan pengadilanbelum nampak.

BAB II
PENGERTIAN DAN DELIK PENCUCIAN UANG


A. Pengertian Pencucian Uang
1. Apakah yang dimaksud dengan pencucian uang
Pengertiannya dapat dibaca dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003
Saya uraikan sebagai berikut :
Pencucian uang adalah :
. perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan,membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan,membawa keluar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya;
. atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut didugamerupakan Hasil Tindak Pidana;
. dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asalusul Harta Kekayaan sehingga seolah-olah menjadi HartaKekayaan yang sah.
2. apakah yang dimaksud dengan Harta Kekayaan ?
Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 mengatakanbahwa Harta Kekayaan adalah semua benda bergerak atau tidakbergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud.
3. Selanjutnya apa pengertian Hasil Tindak Pidana sebagaimana yang disebutdalam pengertian Pencucian Uang ?
pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 menyebutkanbahwa Hasil Tindak Pidana adalah Harta Kekayaan yang diperolehdari tindak pidana : a. korupsi; dan seterusnya disebutkan secaralimitatif sampai dengan huruf y tindak pidana lainnya yang diancamdengan pidana 4 (empat) tahun atau lebih. Dengan demikian lebih dari25 (dua puluh lima) tindak pidana.

B. Delik Pencucian uang
1. Tindak Pidana Pencucian Uang dirumuskan didalam Pasal 3 ayat (1),Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7.
a. Pasal 3 ayat (1)
(1) Setiap orang yang dengan sengaja :
a. menempatkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patutdiduganya merupakan hasil tindak pidana ke dalamPenyedia Jasa Keuangan, baik atas nama sendiri atau atasnama pihak lain;
b. mentransfer Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patutdiduganya merupakan hasil tindak pidana dari suatuPenyedia Jasa Keuangan yang lain, baik atas nama sendirimaupun atas nama pihak lain;
c. membayarkan atau membelanjakan Harta Kekayaan yangdiketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindakpidana, baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupunatas nama pihak lain;
d. menghibahkan atau menyumbangkan Harta Kekayaan yangdiketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindakpidana, baik atas namanya sendiri maupun atas nama pihaklain;
e. menitipkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patutdiduganya merupakan hasil tindak pidana, baik atasnamanya sendiri maupun atas nama pihak lain;
f. membawa ke luar negeri Harta Kekayaan yang diketahuinyaatau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana: atau
g. menukarkan atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaanyang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasiltindak pidana dengan mata uang atau surat berhargalainnya.,
dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal-usulHarta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganyamerupakan hasil tindak pidana, dipidana karena tindak pidanapencucian uang dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima)tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda palingsedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan palingbanyak Rp 15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah).

b. Pasal 6 ayat (1)
(1) Setiap orang yang menerima atau menguasai :
a. penempatan;
b. pentransferan;
c. pembayaran;
d. hibah;
e. sumbangan;
f. penitipan; atau
g. penukaran,
Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganyamerupakan hasil tindak pidana, dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas)tahun dan denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus jutarupiah) dan paling banyak Rp 15.000.000.000,00 (lima belasmilyar rupiah).
c. Pasal 7
Setiap Warga Negara Indonesia dan/atau Korporasi Indonesiayang berada di luar wilayah Negara Republik Indonesia yangmemberikan bantuan, kesempatan, sarana, atau keteranganuntuk terjadinya tindak pidana pencucian uang dipidana denganpidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana pencucian uangsebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
Subyek hukum dari pasal 7 adalah :
. Setiap Warga Negara Indonesia (WNI),
. Korporasi Indonesia.
Tetapi disyaratkan yang berada diluar wilayah Negara RI. Sedangmaksudnya berada barangkali termasuk bertempat tinggal atauberusaha (bisnis) di luar negeri. Pasal ini hanya mengatur subyekhukum TPPU bagi WNI dan Korporasi Indonesia saja, dengandemikian TPPU menurut Undang-Undang ini tidak mengatursubyek hukum bagi WNA dan Korporasi Asing. Sedangkan TPPUadalah kejahatan yang dilakukan dalam batas wilayah negara(transnasional). Sebagai kejahatan yang bersifat transnasionalbukan tidak mungkin pelakunya adalah WNA atau KorporasiAsing, tetapi tidak menjadi subyek hukum, dengan demikianmereka tidak terjangkau oleh undang-undang ini.

Pasal 7 ini hanya berkaitan dengan Pasal 3 saja, sekali lagi untukWNA atau Korporasi Asing yang ada di luar negeri apabilamenempatkan atau mentransfer Harta Kekayaan yangmerupakan hasil tindak pidana ke wilayah Negara RI tidakmerupakan TPPU.

2. Tindak Pidana lain yang berkaitan dengan TPPU
a. pasal 8
Penyedia Jasa Keuangan yang dengan sengaja tidak menyampaikanlaporan kepada PPATK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat(1) dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp 250.000.000,00(dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
b. Pasal 9
Setiap orang yang tidak melaporkan uang tunai berupa rupiahsejumlah Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau lebih atau matauang asing yang nilainya setara dengan itu yang dibawa ke dalam atauke luar wilayah Negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidanadenda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) danpaling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
c. Pasal 10
PPATK, penyidik, saksi, penuntut umum, hakim, atau orang lain yangbersangkutan dengan perkara tindak pidana pencucian uang yangsedang diperiksa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 39 ayat 1 (satu) dan Pasal 41 ayat (1), dipidana dengan pidanapenjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun.
d. Pasal 10A
(1) Pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, saksi, penuntut umum,hakim, dan siapapun juga yang memperoleh Dokumen dan/atauketerangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurutUndang-Undang ini, wajib merahasiakan Dokumen dan/atauketerangan tersebut kecuali untuk memenuhi kewajiban menurutundang-undang ini.
(2) Sumber keterangan dan laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan wajib dirahasiakan dalam persidangan pengadilan.
(3) Pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, saksi, penuntut umum,hakim, dan siapapun juga yang karena kelalaiannya melanggarketentuan pada ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidanapenjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga)tahun.
(4) Jika pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud padaayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan sengaja, pelaku dipidanadengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan palinglama 15 (lima belas) tahun.
e. Pasal 11
(1) Dalam hal terpidana tidak mampu membayar pidana dendasebagaimana dimaksud dalam Bab II dan Bab III, pidana dendatersebut diganti dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
(2) Pidana penjara sebagai pengganti pidana denda sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) dicantumkan dalam amar putusanhakim.

BAB III
PENANGANAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG


1. Tindak Pidana Pencucian Uang yang berkaitan dengan pidana umum.
Pasal 30 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 menentukan bahwapenyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadaptindak pidana sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini dilakukanberdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan laindalam undang-undang ini.
Makna rumusan ini adalah Hukum Acara Pidana yang berlaku saat ini(Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana)merupakan aturan/ketentuan umum sedang aturan/ketentuan yangdikecualikan dalam undang-undang ini merupakan aturan khusus. Sebenarnyadidalam undang-undang ini juga ada aturan/ketentuan khusus dari hukumpidana yang ketentuan umumnya diatur dalam Kitab Undang-Undang HukumPidana (KUHP).
Penanganan tindak pidana pencucian uang sebagaimana halnyadengan tindak pidana lainnya yang pada umumnya ditangani Kajaksaandimulai dengan penerimaan Surat Pemberitahuan Dimulainya penyidikan(SPDP) berdasarkan ketentuan Pasal 110 ayat (1) Undang-undang Nomor 8Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Selanjutnya berjalan sebagaimanaacara yang berlaku sesuai ketentuan dalam KUHAP.
Hanya perlu di ingat bahwa tindak pidana pencucian uang ini tidakberdiri sendiri karena Harta Kekayaan yang ditempatkan, ditransfer ataudialihkan dengan cara intergrasi itu diperoleh dari tindak pidana, berarti sudahada tindak pidana lain yang mendahuluinya (predicate crime). Hal ini dapatkita ketahui dari rumusan Pasal 2 yaitu Harta Kekayaan yang asal usulnyaatau diperoleh dari tindak pidana tersebut (Pasal 2 ayat (1) huruf a _ y) adalah merupakan Hasil Tindak Pidana.
Timbul suatu pertanyaan : Bagaimana penanganan Tindak PidanaPencucian Uang sehubungan dengan penjelasan diatas, karena asalnya jugadari tindak pidana? Apakah predicate crime nya diperiksa dahulu dandibuktikan baru kemudian tindak pidana pencucian uangnya diperiksa? Dalamtindak pidana pencucian uang tidak demikian karena sudah dijelaskanjawabannya yaitu dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor25 Tahun 2003 yang saya kutip sebagai berikut : " Terhadap Harta Kekayaanyang diduga merupakan hasil tindak pidana tidak perlu dibuktikan terlebihdahulu tindak pidana asalnya, untuk dapat dimulainya pemeriksaan tindakpidana pencucian uang". Artinya untuk melakukan penyidikan, penuntutantindak pidana pencucian uang tidak perlu disidik dan dituntut Predicate crimenya terlebih dahulu, karena titik beratnya pada tindak pidana pencucian uang.
Contoh kasusnya yang sekarang ini sering terjadi adalah kasuspenipuan undian berhadiah. Dikatakan bahwa korban sebagai pemenangmemperoleh hadiah mobil yang harus ditebus dengan mengirim sejumlahuang ketempat rekening penyelenggara disuatu bank/PJK. Setelah uangdikirim (ditempatkan) ternyata hadiah mobil tidak kunjung datang. Undian berhadiah itu hanya kamuflase saja agar orang tergerak hatinya untuk ikut.
Jadi didalam kasus ini pelaku (penyelenggara undian) tidak disangkamelakukan kejahatan penipuan walaupun unsur-unsur Pasal 378 KUHPterpenuhi, karena uang yang berupa harta kekayaan yang merupakan HasilTindak Pidana penipuan itu ditempatkan atau ditansfer kedalam rekening disuatu bank/PJK yang memang sengaja dibuka oleh pelaku untuk maksud jahat(sebagai saran kejahatan) dan ini memenuhi unsur tindak pidana pencucianuang, Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003.

Pernah terjadi disalah satu Kejari yang menerima SPDP dari penyidikKepolisian mengenai kasus seperti contoh tersebut, Penuntut Umumpemegang P. 16 setelah menerima berkas perkara lalu melakukan penelitiandan berpendapat bahwa tindak pidana penipuannya disidik mengembalikanberkas perkara untuk dilengkapi, Pasal 110 ayat (2) KUHAP.
Seharusnya tidak dikembalikan dengan petunjuk seperti itu, karenaadanya ketentuan dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 25 Tahun2003 yaitu untuk diperiksa tindak pidana pencucian uang terhadap HartaKekayaan yang diduga merupakan hasil tindak pidana tidak perlu dibuktikanterlebih dahulu tindak pidana asalnya (penipuan).

BEBERAPA HAL YANG PERLU DIKETAHUI


Selanjutnya mengenai: Kapan timbulnya tindak pidana pencucian uang?
Hal ini juga masih diperdebatkan karena ada yang berpendapat bahwadalam tahap penempatan (placement) belum terjadi kejahatan karena pelakuhanya sekedar menyimpan (menabung). Selanjutnya orang itu berpendapatbahwa apabila uang (Harta Kekayaan) itu dialihkan atau digunakan baru adatindak pidana pencucian uang. Memang orang menempatkan itu harusdengan sengaja. Orang yang berpendapat seperti itu mungkin belummempelajari masalah pencucian uang.
Sterling Seagrave dalam bukunya yang berjudul "Lords of the Rim"menceritakan bahwa para pedagang di Cina 2000 tahun sebelum kelahiranNabi Isa A.S. telah menyembuyikan kekayaan dengan menyimpan di suatutempat di suatu provinsi untuk menghindari pajak dari pihak penguasa.Munkin pada waktu itu belum ada bank/PJK, jadi disimpan dibawa pergikemana-mana. Kalau sekarang sudah ada bank/PJK maka penempatan dalambank/PJK itu dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan hartakekayaannya yang asalnya dari kejahatan itu sudah termasuk tindak pidanapencucian uang. Upaya ini dimaksudkan untuk mempersulit pelacakan olehaparat penegak hukum. Perbuatan seperti ini sudah termasuk pengertianpencucian uang. Oleh karenanya sejak saat penempatan uang di bank/PJKsudah terjadi tindak pidana pencucian uang.
Masih juga sering dipertanyakan yaitu : Apakah untuk terjadinyatindak pidana pencucian uang, syaratnya Harta Kekayaan yang asalnya darikejahatan itu harus terlebih dahulu ditempatkan di bank/PJK ? Jawabnyaadalah ya.
Dalam alinea kedua Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 25Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang menjelaskan :
" Harta kekayaan yang berasal dari berbagai kejahatan atau tindak pidanatersebut, pada umumnya tidak langsung dibelanjakan atau digunakan olehpara pelaku kejahatan karena apabila langsung digunakan akan mudah dilacakoleh penegak hukum mengenai diperolehnya Harta Kekayaan tersebut.Biasanya para pelaku kejahatan terlebih dahulu mengupayakan agar HartaKekayaan yang dipreroleh dari kejahatan tersebut masuk kedalam sistemkeuangan (financial system), terutama ke dalam sistem perbankan (bankingsystem). Dengan demikian, asal-usul Harta Kekayaan tersebut diharapkantidak dapat dilacak oleh para penegak hukum. Upaya untuk menyembunyikanatau menyamarkan asal-usul Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindakpidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, dikenal sebagaipencucian uang (money laundering).
Penjelasan seperti ini perlu, sebab kalau tidak, ini akan memperluaspengertian Tindak Pidana Pencucian Uang, sehingga seorang pencopet yangmembelanjakan hasil kejahatan akan termasuk lingkup Tindak PidanaPencucian Uang, walaupun sebenarnya dalam pengertian sehari-hari denganmembelanjakan hasil kejahatan dia sudah menyamakan karena seolah-olah ituuangnya sendiri yang halal.
Dengan adanya ketentuan harus beda dalam lingkup financial systemkemungkinan para pelaku menyembunyikan dirumah atau tempat-tempatyang tersembunyi.
Mengenai penentuan locus delicti, ada yang menanyakan bagaimanaapabila pelaku yang menempatkan uang di bank X di Jakarta kemudianmentransfer uang ke bank Y di Yogyakarta. Kalau seperti ini maka bagipelaku yang mentransfer uang dari bank di Jakarta sudah barang tentu locusdelicti-nya ada di Jakarta.Pasal yang disangkakan melanggar Pasal 3 ayat (1)huruf a dan b. Kalau uang ditransfer ke suatu tempat berarti ditempat tujuantentu ada orang yang menerima, oleh karenanya sudah barang tentu ada locusdelicti di tempat tujuan. Contoh diatas adalah di Yogyakarta dan pasal yangdilanggar adalah Pasal 6 ayat (1) huruf b yaitu setiap orang yang menerimapenstranferan.
Undang-undang ini tidak mengenal retroaktif. Contoh kasus : C adalahseorang Bandar judi, banyak orang yang tahu atau mendengar dari mulut kemulut, perolehan dari hasil judi sudah sejak beberapa tahun yang lalu selaludisimpan di Bank. Dalam hal ini untuk uang hasil judi yang disimpan sebelumberlakunya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahanUndang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 yang mulai disahkan dandiundangkan tanggal 13 Oktober 2003 belum termasuk dalam lingkup TindakPidana Pencucian Uang. Jadi disini tempus delicti tidak berlaku, tetapi apabila uang hasil yang ditempatkan itu ditransfer pada bulan Januari 2004 setelahdiundangkannya UU tersebut maka disini tempus delicti berlaku terjadiTindak Pidana pencucian Uang. Pasl 2 ayat (2) merumuskan ketentuantentang "Harta Kekayaan yang dipergunakan secara langsung atau tidaklangsung untuk kegiatan terorisme dipersamakan sebagai hasil tindak Pidanasebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n".
Kemungkinan kegiatan terorisme yang terjadi di Indonesiamemperoleh dana bantuan dari donor diluar negeri namun ini sulit dibuktikanapakah betul donor diluar negeri kelompok teroris dan apakah benar uangyang ditransfer itu digunakan oleh si penerima untuk membiayai kegiatanteror karena mereka tentu tidak mengakuinya dan alat bukti saksi yangmenyaksikan penggunaan dana tentu sulit diperoleh.
Pembuktian mengenai hal ini dapat diperoleh dari alat bukti petunjukyaitu apabila memang benar bahwa donor dari luar negeri tersebut adalahkelompok teroris dan si penerima transfer juga dari kelompok yang sama.Tentunya kita harus ingat Pasal 7 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003.

2. Tindak Pidana Pencucian Uang yang berkaitan dengan pidana lainnya.

Ketentuan didalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun2003 dirumuskan bahwa hasil Tindak Pidana adalah Harta Kekayaan yangdiperoleh dari tindak pidana:
a. Korupsi
b. Penyuapan
c. Dan seterusnya sampai dengan huruf y yaitu Tindak Pidana lainnya yangdiancam pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih

a. Tindak pidana korupsi
Dengan disebutnya tindak pidana korupsi, kita semua tahu bahwatindak pidana korupsi termasuk didalam jenis tindak pidana khusus.Kejaksaan mempunyai wewenang melakukan penyidikan tindak pidanakorupsi yang selama ini sudah berjalan.
Dengan demikian apabila ada Harta Kekayaan yang diperoleh daritindak pidana korupsi itu merupakan hasil tindak pidana dari korupsi. Sayaberpendapat Kejaksaan dapat menyidik TPPU.
Contoh kasusnya yaitu tindak pidana korupsi yang juga terjadi di BRIyang disidik oleh kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Uang (yang merupakanHarta Kekayaan) hasil korupsi oleh pelakunya ditempatkan disalah saturekeningnya disuatu bank/PJK dan juga ditranfer ke bank/PJK lain. Berartipelaku/tersangka telah melakukan TPPU. Oleh karena itu Kejaksaan TinggiDKI Jakarta menyidik perkara korupsinya secara bersama-sama (sekaligusjuga dengan perkara pencucian uangnya). Hasil penyidikannya diberkaskandalam suatu berkas perkara yang kemudian dilakukan penuntutan dengandilimpahkan ke pengadilan sesuai dengan dakwaan berbentuk kumulatif yaitukesatu melanggar Tindak Pidana Korupsi dan kedua melanggar Tindak PidanaPencucian Uang. Dalam tuntutan pidananya terbukti kedua tindak pidanatersebut. Putusan pengadilan hanya mempertimbangkan perkara korupsinyasaja yang terbukti dan sama sekali tidak mempertimbangkan perkarapencucian uangnya.
Mungkin saja ada yang berpendapat bahwa tindakdipertimbangkannya perkara pencucian uang itu karena menganggap bahwaKejaksaan tidak berwenang menyidik TPPU. Boleh saja hal itu dikemukakan.Tetapi bagaimana dengan perkara korupsi yang terjadi di BNI yang disidikoleh Kepolisian yang juga mengandung perkara pencucian uang. OlehPenuntut Umum perkara ini dilimpahkan ke pengadilan dengan dakwaan yangsama seperti perkara korupsi di BRI tersebut diatas dan putusan pengadilan juga sama seperti tersebut diatas. Sehingga tidak ada bedanya yang disidikoleh Kepolisian dan Kejaksaan.
b.Tindak Pidana Penyuapan
Apakah tindak pidana penyuapan disini adalah "Penyuapan" sebagaikualifikasi dari tindak pidana korupsi yang dirumuskan dalam pasal 5 ayat (1)dan (2), Pasal 6 ayat (1) dan (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf a,b,c, d dan Pasal12B . Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan AtasUndang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan TindakPidana Korupsi.
Kalau memang Harta Kekayaan itu diperjelas dari penyuapan sebagaikualifikasi perkara korupsi tersebut pasal-pasal diatas sudah tentu Kejaksaandapat melakukan penyidikan.

BAB IV
PERATURAN KHUSUS DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIANUANG


Sebagaimana halnya dengan berbagai peraturan perundang-undanganyang mengatur tentang tindak pidana yang tersebar diluar KUHP, maka dalampengaturan tindak pidana pencucian uang juga memberlakukan aturan khususantara lain :
1. Pusat pelaporan dan transaksi Keuangan adalah sebagai instansi yangindependen untuk menganalisa tindak pidana pencucian uang, Pasal 18ayat (2)
2. Penyedia Jasa Keuangan (PJK), pejabat, serta pegawainya yang mempunyaikewajiban melaporkan transaksi keuangan tidak dapat dituntut baiksecara perdata maupun pidana, Pasal 15, Pasal 13, Pasal 43.
3. Pemblokiran Harta Kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana oleh PJKatas Perintah Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, Pasal 32 ayat (1).
4. Undang-Undang yang mengatur tentang rahasia bank dan kerahasiaantransaksi keuangan laeinya tidak berlaku dalam hal pemeriksaan TindakPidana Pencucian Uang, Pasal 33 ayat (2).
5. Beban pembuktian terbalik bagi terdakwa, Pasal 35.
6. Pemeriksaan tanpa kehadiran terdakwa (in absentia), Pasal 36.
7. Harta Kekayaan terdakwa yang telah disita dan terdakwanya kemudianmenigal dunia sebelum putusan hakim, dapat dirampas untuk negara,Pasal 37.
8. Kewajiban merahasiakan identitas pelapor bagi PPATK, penyidik, penuntutumum, atau hakim, Pasal 29, Pasal 41.
9. Ancaman pidana penjara dan denda menganut asas minimum, Pasal 3,Pasal 6,Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10.
10. Melakukan percobaan, pembantuan dan permufakatan jahat TindakPidana Pencucian Uang dipidana sama dengan delik yang sudah selesaidilakukan, Pasal 3 ayat (2).
11. Korporasi dapat dijatuhi pidana, Pasal 4, Pasal 5.
12. Terpidana yang tidak mampu membayar pidana denda, diganti denganpidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun, Pasal 11.
Demikianlah beberapa aturan khusus yang kami kemukakansebagai aturan khusus sebagai aturan yang menyimpang dariaturan-aturan umum dalam hukum pidana maupun hukum acarapidana. Hal ini kami kemukakan juga sebagai referensi argumenbahwa Kejaksaan, kalau saudara-saudara sependapat, dapatmenyidik tindak pidana pencucian uang yang berkaitan dengatindak pidana korupsi.
Tindak Pidana Pencucian uang sebagai tindak pidana yang masih barudikenal memerlukan sosialisasi agar ada pemahaman dan kesatuan pedapat,sehingga dalam penanganannya tidak ada perbedaan penafsiran.
Pencegahan dan pemberantasan harus ada kemauan yang sungguh-sungguh dan memerlukan kerjasama dengan dilandasi oleh rasa tanggungjawab demi kepentingan negara dalam rangka ikut melaksanakan ketertibandunia.


Catatan 1 1 Disampaikan pada pemahaman TPPU diselenggarakan oleh Dep. Keh & Ham DirjenP.P. di Medan tgl. 9 September 2004.
Catatan 2 2 Widyaiswara Utama.

Tidak ada komentar: