Rabu, 28 Mei 2008

PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG BERDASARKAN

PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG BERDASARKANPROGRAM LEGISLASI NASIONAL

Oleh: PAANK.SWBY.


Pendahuluan
Undang-undang merupakan hukum dalam bentuk tertulis yang dibentuk menurut kewenangan membentuk undang-undang. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 kewenangan membentuk undang-undang berada pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden. Pembentukan undang-undang adalah bagian dari pembangunan hukum yang mencakup pembangunan sistem hukum nasional dengan tujuan mewujudkan tujuan negara yang dilakukan mulai dari perencanaan atau program secara rational, terpadu dan sistematik.
Pada masa sebelum reformasi, pembangunan hukum tertulis atau peraturan perundang-undangan dilakukan berdasarkan arahan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara. Pada masa tersebut belum tergambar secara konkrit dalam dokumen hukum pembentukan peraturan perundang-undangan yang dikehendaki untuk suatu periode tertentu apalagi dalam satu tahun. Pada tahun 1999 satu langkah penting dimulai yaitu dengan membentuk Kelompok Kerja Program Legislasi Nasional yang disebut dengan POKJA PROLEGNAS, koordinatornya diserahkan kepada DPR. Tahun 2000 dibentuk Undang-Undang No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional/PROPENAS. Dalam UU tersebut secara tegas digunakan terminologi Program Legislasi Nasional/Prolegnas. Secara defenitif Program Legislasi Nasional dirumuskan dalam Undang-Undang No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yaitu sebagai instrumen perencanaan program pembentukan peraturan perundang-undangan/undang-undang yang didukung dengan cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang meliputi semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan.
Pertanyaan mendasar apakah Program Legislasi Nasional dapat memprediksi kebutuhan legislasi nasional secara kualitatif dan kuantitatif untuk jangka waktu tertentu dengan memperhatikan berbagai aspek yang mempunyai keterkaitan dalam pembangunan hukum.

Program Legislasi Nasional
Secara operasional Prolegnas memuat daftar rancangan undang-undang dalam kurun waktu tertentu. Dalam masa keanggotaan DPR 2004-2005 ditetapkan Program Legislasi Nasional tahun 2005-2009 dan dari Prolegnas 2005-2009 tersebut ditetapkan Prioritas Rancangan Undang-Undang tahun 2005. Pembentukan Program Legislasi Nasional merupakan perintah UU N0.10 tahun 2004, Pasal 15 menyatakan bahwa "Perencanaan penyusunan undang-undang dilakukan dalam suatu Program Legislasi Nasional". Dengan demikian pembentukan undang-undang menghendaki penetapan Program Legislasi Nasional. Dalam Pasal 17 ayat (1) UU tersebut dinyatakan bahwa "Rancangan undang-undang baik yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden, dan Dewan Perwakilan Daerah disusun berdasarkan Program Legislasi Nasional. Ini berarti bahwa setiap rancangan yang diajukan oleh DPR, Presiden, dan DPD terlebih dahulu harus dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional. Hanya untuk keadaan tertentu, DPR atau Presiden dapat mengajukan rancangan undang-undang di luar Program Legislasi Nasional, sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (3). Ketentuan pada ayat (3) tersebut tidak berlaku bagi rancangan undang-undang yang berasal dari DPD di luar Program Legislasi Nasional. Dengan demikian setiap RUU yang diusulkan oleh DPD harus terdapat dalam Program Legislasi Nasional.
Pola pemikiran penyusunan Program Legislasi Nasional arahnya menuju kepada pembangunan sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu serta terencana, yang meliputi paling tidak empat aspek pokok yaitu pembangunan materi hukum, aparatur hukum, sarana dan prasarana hukum, serta budaya hukum masyarakat dengan dilandasi oleh cita-cita proklamasi dan konstitusi serta prinsip negara hukum yang menjunjung tinggi supremasi hukum dan menjadikan hukum landasan operasional dalam menjalankan sistem penyelenggaraan kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat. Berdasarkan pemikiran seperti itu, Program Legislasi Nasional tidak lagi dapat dipandang semata-mata himpunan daftar judul RUU, tetapi Program tersebut mengandung cita-cita yang secara rational ingin dicapai di berbagai bidang dalam kurun waktu tertentu. Program pembangunan hukum/legislasi mempunyai tingkat kemanfaatan yang tinggi dan mendasar untuk meletakkan landasan yang kuat dan sistematik dalam rangka mewujudkan tujuan negara.
Pembangunan hukum nasional dalam kurun waktu 2005-2009 meliputi pembentukan peraturan perundang-undangan di bidang hukum, ekonomi, politik, agama, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, sosial budaya, pembangunan daerah, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan. Pembangunan hukum tersebut dilakukan dengan landasan pemikiran, sebagai:
1. pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam UUD 1945
2. penggantian peraturan perundang-undangan peninggalan kolonial
3. pembentukan undang-undang yang diperintahkan oleh suatu undang-undang
4. pembentukan undang-undang baru untuk mempercepat reformasi, mendukung pemulihan ekonomi, perlindungan hak asasi manusia dan pemberantasan KKN
5. ratifikasi konvensi yang diperlukan untuk mendukung pembangunan ekonomi, demokrasi, dan perlindungan hak asasi manusia.
6. membentuk undang-undang baru sesuai tuntutan masyarakat dan kamajuan jaman.
Dalam Program Legislasi Nasional 2005-2009 diprogramkan sebanyak 284 RUU dan dari 284 RUU tersebut ditetapkan sebanyak 55 Prioritas RUU tahun 2005. Mengacu kepada Program Legislasi Nasional 2005-2009, berarti untuk setiap tahun DPR bersama pemerintah berdasarkan perencanaan harus membahas dan menyelesaikan rancangan undang-undang antara 57-58 tiap tahun. Pertanyaannya, apakah program tersebut dapat direalisasikan dan DPR sebagai pemegang kekuasaan membentuk undang-undang, apakah memiliki sistem pendukung yang memadai dan profesional dalam menyiapkan dan menyusun RUU. Disamping itu, juga masih perlu mempertanyakan mengenai ketersediaan tenaga pendukung di lingkungan Pemerintah, khususnya dalam rangka penyiapan RUU tidak sekedar memenuhi target tetapi dengan kualitas yang tinggi, sehingga sejak dini dapat ditangkal munculnya judicial review.
Suatu keputusan politik dikeluarkan oleh MPR, memasuki era DPR sebagai pemegang kekuasan membentuk undang-undang disadari adanya kekurangan dalam sistem pendukungan DPR. Untuk memperkuat fungsi legislasi, DPR direkomendasikan untuk membentuk lembaga khusus untuk menangani rancangan undang-undang oleh MPR melalui TAP No.X/MPR/2001, namun sampai sekarang lembaga tersebut belum juga dibentuk. Oleh karena itu pelaksanaan Program Legislasi Nasional khususnya dalam kaitan penyiapan dan penyusunan RUU masih akan menghadapi kendala di lingkungan DPR. Penyiapan dan penyusunan RUU dilakukan di lingkungan DPR dilakukan oleh perorangan Anggota, Komisi, Gabungan Komisi, atau Badan Legislasi. Untuk membantu Anggota, Komisi, Gabungan Komisi, atau Badan Legislasi dalam penyiapan dan penyusunan RUU Sekretariat Jenderal dapat membentuk Tim Perancang, akan tetapi Tim tersebut bersifat sementara sesuai permintaan.

Koordinasi Penyusunan Prolegnas
Dalam Pasal 16 ayat (1) dikatakan bahwa penyusunan Program Legislasi Nasional antara DPR dan Pemerintah dikoordinasikan oleh DPR melalui alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi. Kemudian pada ayat (2) dikatakan bahwa Penyusunan Program Legislasi Nasional di lingkungan DPR dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi. Selanjutnya pada ayat (3) dikatakan bahwa penyusunan Program Legislasi di lingkungan Pemerintah dikoordinasinakan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang peraturan perundang-undangan. Pada ayat (4) dikatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dan pengelolaan Program Legislasi Nasional diatur dengan Peraturan Presiden. Alat kelengkapan DPR yang dimaksud di atas adalah Badan Legislasi, sedangkan menteri adalah Menteri Hukum dan HAM. Pertanyaan, siapa yang menyiapkan Peraturan Presiden tersebut dan bagaimana DPR diposisikan selaku koordinator penyusunan Program Legislasi Nasional, apabila draf Peraturan Presiden disiapkan oleh Pemerintah, dan mengapa kewenangan DPR diatur dalam Peraturan Presiden. Pertanyaan ini mengemuka ketika UU No.10 tahun 2004 baru diundangkan dan juga pada saat awal penyusunan Program Legislasi Nasional pertama dilakukan menurut UU No. 10 tahun 2004. Pertanyaan lebih lanjut sekarang adalah mengapa pemerintah belum mengeluarkan Peraturan Presiden sebagai pelaksanaan Pasal 16 ayat (4) tersebut.
Peraturan Tata Tertib DPR tidak mengatur secara detail mengenai mekanisme koordinasi mulai dari saat inventarisasi sampai dengan penyusunan Program Legislasi Nasional. Kapan memulai penyusunan Program Legislasi Nasional tidak diatur secara tegas, apakah pada saat dimulainya pembicaraan pendahuluan APBN atau pada saat pembicaraan RAPBN. Disinilah perlunya ditetapkan Peraturan Presiden tersebut, sehingga secara tegas terdapat pengaturan mengenai koordinasi penyusunan Program Legislasi Nasional.
Bagaimana Badan Legislasi menerima masukan RUU apakah secara tertulis dan langsung dalam Rapat Badan Legislasi atau secara tertulis tidak langsung. Dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a) mengenai tugas Badan Legislasi dirumuskan "merencanakan dan menyusun program serta urutan prioritas pembahasan rancangan undang-undang untuk satu masa keanggotaan DPR dan setiap Tahun Anggaran dengan tahapan:
- menginventarisasi masukan dari anggota, fraksi, komisi, DPD, dan masyarakat untuk ditetapkan menjadi keputusan Badan Legislasi;
- keputusan sebagaimana dimaksud di atas merupakan bahan konsultasi dengan Pemerintah;
- hasil konsultasi dengan Pemerintah dilaporkan kepada Rapat Paripurna untuk ditetapkan.

Melakukan inventarisasi RUU untuk dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional baik dari anggota fraksi, komisi, DPD, dan masyarakat bukan pekerjaan yang sulit bagi DPR atau Badan Legislasi. Dapat saja semua masukan ditampung dan kemudian dijadikan Badan Legislasi sebagai bahan dan selanjutnya diputuskan menjadi Program Legislasi Nasional. Kesulitan yang dihadapi oleh Badan Legislasi terkait dengan alasan untuk menjadikan setiap RUU dalam Program Legislasi Nasional, Badan Legislasi tidak memperoleh alasan dari tiap pengusul mengapa suatu RUU diusulkan diprogramkan dalam Legilsasi Nasional. Komisi, DPD, dan masyarakat/LSM tidak menyebutkan alasan dari setiap RUU yang diusulkan dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional, sehingga Badan Legislasi harus menentukan sendiri alasan dari RUU yang diusulkan tersebut. Indikator yang digunakan Badan Legislasi dalam menetapkan Program Legislasi Nasional adalah bahwa RUU dimaksud merupakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam UUD 1945, atau terkait dengan pelaksanaan undang-undang, mendorong percepatan reformasi, warisan propenas/prolegnas sebelumnya, mendukung pemulihan dan pembangunan ekonomi, mengakomodasi kepentingan rakyat, atau perlindungan hak asasi manusia dan memperhatikan kesetaraan jender serta ratifikasi perjanjian internasional.
Bagi Badan Legislasi waktu dan tenaga profesional menjadi penting dan dibutuhkan, untuk menemukan dan merumuskan alasan sebagai argumentasi memasukkan RUU dalam Program Legislasi Nasional. Disamping itu diperlukan adanya sistem dan prosedur dalam penyusunan Program Legislasi Nasional, sehingga Program Legislasi Nasional benar-benar dapat mencerminkan arah yang dikehendaki dalam pembangunan hukum dalam bentuk undang-undang baik dari aspek kualitatif maupun kuantitatif yang mengandung visi dan misi dalam lima tahun ke depan atau satu tahun berikutnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang sistem pembangunan nasional.
Kesulitan yang paling tampak dalam penyusunan Program Legislasi Nasional adalah menetapkan urutan Prioritas RUU untuk satu tahun. Untuk menata Program Legislasi berdasarkan urutan akan mengalami kesulitan, pertama terkait dengan indikator yang akan digunakan, kedua berhubungan dengan inplementasi program. Manakala urutan di atas tidak dapat diajukan, apakah urutan berikutnya harus menunggu. Oleh karena itu dalam prioritas RUU tahun 2005, urutan tidak menjadi dasar pertimbangan, yang penting RUU tersebut diajukan dari prioritas yang telah disusun dan ditetapkan. Dalam menentukan prioritas RUU tahun 2005 salah satu indikator yang digunakan adalah bahwa RUU tersebut sudah tersusun naskahnya atau paling tidak sudah tersusun Naskah Akademiknya, jadi tidak hanya sekedar issue. Sistem dan prosedur makin penting sebagai pedoman penyusunan Program Legislasi Nasional dan penyusunan RUU baik di lingkungan DPR maupun Pemerintah, yang memuat tahapan penyiapan dan penyusunan Program Legislasi Nasional dan RUU mulai dari kegiatan inventarisasi, pengumpulan data, penyusunan draf Program Legislasi Nasional atau Naskah Akademis RUU, sampai pada penetapan Program Legislasi atau perumusan naskah awal RUU.
Sistem dan prosedur tersebut memuat langkah-langkah yang dapat mencerminkan proses yang diharapkan menghasilkan kualitas suatu RUU. Bagi DPR khususnya Badan Legislasi pembentukan unit/lembaga pendukung perancang-undang-undang makin penting. Tidak mungkin DPR ke depan hanya bersifat menerima masukan, tetapi sudah harus merencanakan sendiri RUU berdasarkan Program Legislasi Nasional yang telah ditetapkan oleh DPR. Untuk itu dituntut peran Sekretariat Jenderal, sebagai penunjang atau pendukung sehingga Progam Legislasi Nasional benar-benar merupakan program yang terencana, pasti, transparan dengan dukungan tenaga profesional serta anggaran yang memadai.
Koordinasi dan konsultasi penyusunan Program Legislasi Nasional antara Badan Legislasi dan Menteri Hukum dan HAM merupakan suatu forum untuk membicarakan pembangunan hukum dalam kurun waktu tertentu. Dalam kenyataan koordinasi dan konsultasi ini masih bersifat menggabungkan antara RUU dari DPR dan RUU dari Pemerintah. Kondisi yang dihadapi adalah adanya kesulitan untuk menentukan alasan mengapa suatu RUU direncanakan dalam Program Legislasi Nasional, bagi pemerintah alasan yang kuat mengusulkan RUU dalam Prolegnas bisa saja karena dibutuhkan oleh instansi yang akan menjadi pemrakarsa. Dengan demikian untuk mengetahui alasan rational dan substansial mengapa RUU tersebut diprogramkan atau ingin dibentuk baru dapat diketahui dari keterangan RUU pada waktu RUU tersebut diajukan.

Kesimpulan
Program Legislasi Nasional sebagai landasan operasional pembangunan hukum melalui pembentukan peraturan perundang-undangan akan dapat memproyeksikan kebutuhan hukum atau undang-undang baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menetapkan visi dan misi, arah kebijakan, serta indikator secara rational, sehingga Program Legislasi Nasional tidak sekedar himpunan daftar judul RUU, melainkan mengandung kegiatan dalam kurun waktu lima tahun atau satu tahun anggaran yang memiliki nilai strategis yang akan direalisasikan sebagai bagian dari pembangunan nasaional. Menentukan ukuran dan argumentasi setiap RUU dalam penyusunan Program Legislasi Nasional dan Prioritas RUU untuk satu tahun mempunyai tingkat kesulitan karena memiliki dimensi yang luas. Kesulitan tidak saja pada proses penentuan Program Legislasi Nasional, akan tetapi juga pasca penetapan Program Legislasi yaitu bagaimana agar setiap RUU dalam Program Legislasi Nasional dapat selesaikan. Sebagai tahap awal penyusunan Program Legislasi Nasional, di masa yang akan datang perlu disusun sistem dan prosedur penyusunan Program Legislasi Nasional dan Prioritas RUU untuk satu tahun anggaran. Disamping itu perlu juga dipertimbangkan mengenai instrumen hukum setelah Program Legislasi Nasional ditetapkan oleh DPR yang mengikat antara DPR dan Pemerintah.


Tidak ada komentar: